Pasal18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah menjelaskan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer dan oleh Mahkamah Konstitusi". Tugasdan wewenang peradilan tata usaha negara yang pertama adalah menyelesaikan sengketa tata usaha negara dengan melalui proses penerimaan, pemeriksaan, dan pemutusan sengketa. Proses ini dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta). Tugas dan wewenang tersebut dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 SelintasTentang Undang - Undang Peradilan Tata Usaha Negara: T.E.U.:-Nomor Panggil: 342: Cetakan/Edisi:-Penerbit:-Tempat Terbit:-Tahun Terbit:-Subjek: Selintas Tentang Undang - Undang Peradilan Tata Usaha Negara: Deskripsi Fisik: vi, 110 hlm.; 23 cm. ISBN/ISSN:-Nomor Induk Pertanyaan. Bagaimana pendapat Saudara tentang kesesuaian pengadilantata usaha negara berdasarkan ketentuan Undang-undang tentang peradilan tata usaha negara, yaitu: 1) Mekanisme eksekusi putusan pengadilan tata usaha negara dalam perspektif Undang-undang No.5 Tahun 1986. menimbulkan pertanyaan di banyak kalangan tentang bagaimana pengaturan pelaksanaanya dan petunjuk teknis terhadap dua LaporanPerkara Putusan Tingkat Pertama Tahun 2021. Laporan Perkara Putusan Tingkat Pertama Tahun 2020. Laporan Perkara Putusan Tingkat Pertama Tahun 2019. Laporan Perkara Putusan Tingkat Pertama Tahun 2018. Laporan Perkara Putusan Tingkat Pertama Tahun 2017. Agustus 2022. Prosedurpelayanan informasi di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru terdiri dari 2 jenis : 1. Prosedur Biasa. 2. Prosedur Khusus . Untuk lebih jelas mengenai tata cara permohonan informasi pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru dapat diklik pada tombol dibawah ini . Prosedur Biasa ›› Prosedur Khusus ›› 19Januari 2022 Surat Edaran Ketua Kamar TUN tentang Pengitungan Tenggang Waktu Pengajuan Upaya HUkum atas Putusan Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara 03 Agustus 2021 Petunjuk Panitera Mahkamah Agung atas pertanyaan PA Bekasi terkait sah dan patutnya pemberitahuan isi putusan keapda Tergugat di luar negeri Yangdapat menjadi inferensi ialah suatu kecenderungan lembaga peradilan ketika memutus sengketa serupa. Sebaiknya sengketa hak atas tanah diajukan dalam bentuk gugatan ke hadapan Pengadilan Negeri, ketimbang menghabiskan segenap waktu dan energi menggugat ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang belum tentu efektif. u1o7. Bagaimana caranya melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset yang telah diputuskan berdasarkan putusan Pengadilan Tata usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap? Apakah bisa mengajukan permohonan eksekusi terlebih dahulu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara setempat?Terima kasih atas kurang memahami maksud dari pertanyaan ini karena tidak menjelaskan arti sesungguhnya dari kata ā€œkepemilikanā€ dalam pertanyaan tersebut, apakah kepemilikan dalam arti legalitas ā€œde jureā€ atau kepemilikan dalam arti ā€œde factoā€. Namun melihat konstruksi makna dari pertanyaan tersebut, maka kata ā€œkepemilikanā€ dalam pertanyaan yang pertama di atas, kami maknai dalam arti ā€œde factoā€.Dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara ā€œPengadilanā€ bukan merupakan Lembaga Peradilan yang berwenang untuk menentukan kepemilikan secara de facto terhadap suatu aset ā€œbendaā€. Adapun wewenang Pengadilan adalah untuk memeriksa dan mengadili sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha Negara secara de jure yang diterbitkan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara ā€œPejabatā€, dimana apabila suatu gugatan dikabulkan dengan menyatakan keputusan Pejabat tidak sah, maka Pengadilan dapat menetapkan kewajiban bagi Pejabat yang mengeluarkan keputusan yang sudah dinyatakan tidak sah tersebut untuk mencabut keputusan, atau mencabut keputusan dan menerbitkan keputusan yang baru atau menerbitkan keputusan, namun dalam arti secara legalitas saja secara de jure. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 jo. Pasal 53 ayat 1 jo. Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 ā€œUU PTUNā€, yang menyatakanPasal 1 angka 9 UU PTUNā€œKeputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.ā€Pasal 1 angka 10 UU PTUNā€œSengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.ā€Pasal 53 ayat 1 UU PTUNā€œOrang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.ā€Pasal 97 ayat 8 UU PTUNā€œDalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.ā€Pasal 97 ayat 9 UU PTUNā€œKewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 8 berupaa. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; ataub. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atauc. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.ā€Kemudian UU PTUN juga tidak memberikan wewenang kepada Pengadilan untuk menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kepemilikan secara de facto terhadap suatu benda secara langsung, namun dimungkinkan untuk memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan yang baru atau untuk menerbitkan keputusan yang memberikan alas hak kepemilikan secara de jure untuk memperoleh suatu benda tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 UU PTUN. Artinya, yang dieksekusi dalam Peradilan Tata Usaha Negara bukan kepemilikan aset dalam arti penguasaan fisik de facto, melainkan kepemilikan dalam arti legalitas de jure. Oleh karena itu, apabila suatu gugatan terhadap keputusan Pejabat, misalnya terkait dengan keputusan yang menerbitkan alas hak atas benda untuk dinyatakan tidak sah atau batal, dan oleh Pengadilan dinyatakan dapat dikabulkan dan memerintahkan Pejabat tersebut untuk menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru yang memberikan alas hak kepada pihak lain, maka yang dapat dieksekusi adalah penerbitan alas hak kepemilikan benda tersebut secara de jure, bukan penguasaan fisiknya secara de sifat dari putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang hanya mengatur tentang legalitas keputusan Pejabat secara de jure, maka menjawab pertanyaan di atas, tidak dimungkinkan untuk melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset secara de facto yang telah diputuskan berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap. Karena selain bukan domain dari Pengadilan Tata Usaha Negara, juga karena tidak diatur dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa obyek perkara yang diadili oleh Peradilan Tata Usaha Negara adalah terkait legalitas keputusan Pejabat secara de jure. Oleh karena itu, guna pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan dibutuhkan kesadaran secara sukarela dari Pejabat untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tersebut. Lalu, bagaimana jika Pejabat tersebut tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud?Dalam UU PTUN, untuk menjamin kepastian hukum, diatur mekanisme mengenai pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan secara sukarela maupun secara paksa, yaitu1. Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 jo. ayat 9 huruf a. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 60 enam puluh hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Apabila setelah 60 enam puluh hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka secara otomatis, keputusan tata usaha Negara yang disengketakan tersebut, demi kepastian hukum, tidak memiliki kekuatan hukum lagi Pasal 116 ayat 2 UU PTUN.2. Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dan memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara yang baru atau memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 jo. ayat 9 huruf b. dan huruf c. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 90 sembilan puluh hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap Pasal 116 ayat 3 UU PTUN. Apabila setelah 90 enam puluh hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka pihak yang berkepentingan dalam hal ini Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan, supaya Ketua Pengadilan memerintahkan Pejabat tersebut untuk melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud. Jika Pejabat itu tetap tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud, maka tanpa perlu dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan dalam hal ini Penggugat, Ketua Pengadilan berkewajiban untuk a. Menjalankan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administrative kepada dan atau terhadap Pejabat yang tidak bersedia melaksanakan isi putusan Pengadilan tersebut Pasal 116 ayat 4 UU PTUN; danb. Mengumumkan pada media massa cetak setempat tentang hal tidak dilaksanakannya putusan Pengadilan dimaksud Pasal 116 ayat 5 UU PTUN; danc. Mengajukan pelaksanaan putusan Pengadilan dimaksud kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi supaya Presiden memerintahkan Pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu Pasal 116 ayat 6 UU PTUN; sertad. Memberitahukan hal tidak dilaksanakanya putusan Pengadilan kepada lembaga perwakilan rakyat, supaya lembaga perwakilan rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasannya Pasal 116 ayat 6 UU PTUN.Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel Masalah Eksekusi Paksa Putusan PTUN dan Pengadilan Tata Usaha kiranya jawaban kami atas pertanyaan anda, semoga dapat memberi pemahaman dan HukumUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Pengertian Peradilan Tata Usaha NegaraSudikno mengatakan bahwa Peradilan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan tugas hakim dalam memutus perkara. Hal itu sesuai dengan kata dasar peradilan yang terdiri dari kata adil dan mendapatkan awalan per- dan akhiran -an, yang berarti segala sesuatu yang bertalian dengan pengadilan. Pengadilan di sini bukanlah diartikan semata-mata sebagai badan untuk mengadili, melainkan juga memiliki pengertian yang abstrak, yaitu hal memberikan keadilan Sudikno Mertokusumo, "Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya", hlm. 2-3.Riawan Tjandra mendefinisikan bahwa istilah Peradilan Tata Usaha Negara dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses atau aktivitas hakim tata usaha negara yang didukung oleh seluruh fungsionaris pengadilan dalam melaksanakan fungsi mengadili baik di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara maupun di Mahkamah Agung MA. Istilah Pengadilan dapat didefinisikan sebagai lembaga yang melaksanakan peradilan Riawan Tjandra, "Peradilan Tata Usaha Negara Mendorong Terwujudnya Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa", Yogyakarta Liberty, 2009, hlm. 15.Prajudi Atmosudirjo mendefinisikan Peradilan Administrasi Negara adalah setiap bentuk penyelesaian dari suatu perbuatan pejabat, instansi Administrasi Negara yang dipersoalkan oleh warga masyarakat, instansi masyarakat perusahaan, yayasan, perhimpunan, dan sebagainya atau sesama instansi pemerintah Prajudi Atmosudirjo, "Administrasi Negara", Jakarta Ghalia Indonesia, 1994, hlm. 21.Menurut Sjachran Basah Sjahran Basah, "Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia", Bandung Alumni, 1997, hlm. 64, Peradilan Administrasi dibagi menjadi 2 dua, yakni terdiri dariPeradilan Administrasi Murni; dan Peradilan Administrasi Semu. Peradilan Administrasi MurniAdapun yang menjadi ciri dari Peradilan Administrasi Murni, yaituYang memutus sengketa tersebut adalah hakim;Penelitian terbatas pada rechtsmatigheid keputusan administrasi;Hanya dapat meniadakan keputusan administrasi atau apabila perlu memberikan berupa uang ganti rugi tetapi tidak membuat keputusan lain yang menggantikan keputusan administrasi yang pertama;Terikat pada pertimbangan fakta-fakta dan keadaan pada saat diambilnya keputusan administrasi dan atas itu dipertimbangkan rechtsmatigheid-nya; danBadan yang memutuskan itu tidak tergantung atau bebas dari pengaruh badan-badan lain apapun juga. Peradilan Administrasi SemuMengenai ciri Peradilan Administrasi Semu menurut Sjachran Basah, yaituYang memutuskan perkara adalah instansi yang hierarkis lebih tinggi dalam suatu jenjang secara vertikal atau lain daripada yang memberikan putusan pertama;Meneliti doelmatigheid dan rechtsmatigheid dari keputusan administrasi;Dapat mengganti, merubah atau meniadakan keputusan administrasi yang pertama;Dapat memperhatikan perubahan-perubahan keadaan sejak saat diambilnya keputusan, bahkan juga dapat memperhatikan perubahan yang terjadi selama prosedur berjalan;Badan yang memutus dapat di bawah pengaruh badan lain, walaupun merupakan badan di luar hirarki. Dalam simposium Peradilan Tata Usaha Negara pada kesimpulannya dijelaskan bahwa Peradilan Semu administratieve beroep belum menjamin proses yudisiil yang murni dan obyektif, mengingat hal itu masih berlangsung dalam susunan pejabat eksekutif dan oleh karena itu pula maka administratieve beroep belum merupakan Peradilan Tata Usaha Negara yang sesungguhnya. Dalam artikel ini Peradilan Tata Usaha Negara yang dimaksud adalah Peradilan Administrasi Murni yang diselenggarakan langsung oleh Pengadilan Tata Usaha Negara M. Hadin Muhjad. "Beberapa Masalah Tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia", Jakarta Akademika Pressindo, 1985, hlm. 37.Dengan demikian, sebagai perwujudan konsep negara hukum Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai peranan yang menonjol, yaitu sebagai lembaga pengawas kontrol terhadap jalannya fungsi eksekutif, lebih khusus lagi terhadap tindakan Pejabat Tata Usaha Negara supaya tetap berada dalam koridor aturan hukum. Sementara, disisi lainnya ia sebagai wadah untuk melindungi hak individu dan warga masyarakat dari perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara Paulus Effendi Lotulung, "Hukum Tata Usaha Negara ……", hlm. 1.Demikian penjelasan singkat mengenai Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih. 3. Apa Contoh Perwujudan Checks and Balances System dalam UUD NRI 1945? 1. Pasal 5 ayat 1 jo pasal 21 ayat 1 UUD NRI 5 1Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan 21 1Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan Undang-undang. 13 ayat 1 dan ayat 2 UUD NRI 1945.1 Presiden mengangkat Duta dan Konsul.2 Presiden menerima Duta negara lain. 3. Pasal 14 ayat 1 UUD NRI memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. 4. Kenapa Perlu Dilakukan Peneguhan atau Penguatan Sistem Presidensiil Dalam Amandemen UUD 1945? 1. Kekuasaan EksekutifKekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai check and balances yang memadai, sehingga UUD 1945 sering disebut executive heavy dan itu akan menguntungkan bagi siapa saja yang menjadi presiden. 2. Pembentukan UU Oleh PresidenUUD 1945 memberikan atribusi kewenangan yang terlalu besar kepada presiden untuk mengatur berbagai hal penting dengan undang-undang. Akibatnya banyak undang-undang yang substansinya hanya menguntungkan si pembentuknya, padahal secara peran fungsi presiden adalah lembaga eksekutif. Lihat Pasal 5 ayat 1 UUD 1945. 5. Apa Perbedaan Karakteristik Pengawasan Perda yang Preventif dengan yang Bersifat Represif? 1. Pengawasan perda preventifPengawasan oleh pejabat yang berwenang sebelum perda berlaku, berkaitan dengan pengesahan. Mencegah penyimpangan sejak awal, ditindaklanjuti untuk pembetulan. 2. Pengawasan perda represifPengawasan oleh pejabat berwenang setelah perda berlaku. Hasilnya berbentuk penangguhan berlaku atau pembatala, bisa mengajukan keberatan. 6. Apa Arti Pentingnya Undang-Undang Sebagai Instrumen Utama Dalam Negara Hukum Indonesia? 1. Membatasi kekuasan pemerintah secara tegas dan jelas, baik dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal maupun horizontal. 2. Melindungi dan membatasi hak-hak dasar manusia. Apabila dalam suatu negara HAM terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti sesungguhnya. 7. Apa Pengertian Partai Politik? a. Partai politik adalah cerminan hak politik yaitu kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan Parpol adalah suatu organisasi yang disusun secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah mereka susun. 8. Apakah Fungsi Fit and Proper Test dalam Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian? Demi tujuan…a. liat kemampuan serat keahlian seseorang pengurus dalam menghasilkan struktur managemen yang baik agar resik dalam usaha perbankan dapat diminimalisasi. b. menegakkan prinsip-prinsip dalam dunia perbankan diperlukan Management yang profesional yang disain dari fit and proper test. 9. Gimana Cara Pembatasan Partai Politik agar Ga Melanggar Hak Politik Konstitusional Warga Negara? Pada dasarnya pembentukan parpol ga boleh dibatasi karena merupakan hak-hak fundamental. Harus dibedakan parpol dengan parpol peserta pemilu. Parpol adalah sekumpulan orang, sekumpulan menunjukkan sudah ada pembatasan bukan perseorangan. Ketika parpol bertransformasi menjadi peserta pemilu, kita akan mengenal sistem pemilu. Ada proses alamiah untuk men-filter. Agar ga melanggar hak politik warga negara dengan cara modifikasi sistem pemilu, ada ambang batas jumlah kursi di parlemen. Inilah yang dikatakan secara alamiah sebagai penyederhanaan. 10. Apakah Perbedaan Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan? 1. DesentralisasiAnggaran, perencanaan, evaluasi, semuanya diserahkan ke DekonsentrasiPerencanaan dan evaluasi dari Tugas pembantuanyang diserahkan hanya pelaksanaan pekerjaan, semua masih ada perencanaan, keuangan, evaluasi di pemberi wewenang. 11. Apa Arti Desentralisasi? Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas ini sesuai dengan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 12. Apa Arti Desentralisasi? Dekonsentrasi Belanda deconcentratie, Prancis deconcentration adalah sebuah kegiatan penyerahan berbagai urusan dari pemerintahan pusat kepada badan-badan lain menjelaskan bahwa dekonsentrasi itu merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah ini tercantum di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974. 13. Apa Arti Tugas Pembantuan? Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 14. Apa Alasan Perlunya Pengujian Undang-Undang? Indonesia menganut konstitusionalisme, dimana konstitusi diletakkan sebagai hukum tertinggi. Konstitusi mengandung semangat atau gagasan dibalik gagasan pembatasan kekuasaan didalamnya. Pembatasan kekuasaan dilakukan dengan cara separation of power pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan ini diturunkan dalam sebuah kekuasaan membentuk undang-undang. Tapi…… ternyata hal ini mengandung tirani mayoritas yang belum tentu sesuai dengan masyarakat. Untuk itu perlu dikontrol dengan pengujian undang-undang. Meskipun dihasilkan oleh proses demokrasi dan transparan. Tetep aja ada kemungkinan bertentangan dengan kepentingan umum. 15. Apakah TAP MPR dapat di Judicial Review? Ada 2 jawaban1. TidakTAP MPR tidak bisa dijudicial reviewKarna dalam tata urutan peraturan perundang-undangan dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 12 tahun TAP MPR berada diatas ada lembaga yang berwenang untuk melakukan judicial review TAP terhadap TAP MAKewenangan menguji peraturan perundang-undangan dibawah 24A UUD NRI MKKewenangan menguji undang-undang terhadap 24 C ayat 1 UUD NRI 1945 2. YaSeperti udah dijelasin diatas maka ada kekosongan hukum. Maka untuk itu ada 1 lembaga yang bisa men-judicial review TAP MPR yaitu MK. ++ 16. Dalam Putusan MK No. 5/PUU No4/2006 Menyebutkan bahwa Komisi Yudisial Berwenang Mengawasi Keseluruhan Hakim, Terkecuali Hakim MK. Apakah Alasannya? Aspek maksud asli pembuat UUD. Ga termasuk hakim MK, buktinya dalam sistematika UUD 1945a. 24A isinya tentang MAb. 24B isinya tentang KYc. 24C isinya tentang MK Hal tersebut menunjukkan keruntutan fikir, ga memasukkan KY untuk mengawasi hakim MK diawali oleh KY, maka akan berpengaruh pada interdepedensi MK, salah satu wewenangnya adalah memutus sengketa antar KY yang bersengketa. MK akan mengalami tumpah tindah. Lembaga yang diawasi mengadili yang menjadi pengawasnya. 17. Dalam UUD NRI 1945 Bab IX Terdapat 3 Lembaga Negara yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dari 3 Lembaga Negara Tersebut, Manakah Organ Kekuasaan Kehakiman? Hanya Mahkamah Agung dan Mahkamah Yudisial bukan organ kekuasaan konsep kekuasaan kehakiman adalah selama lembaga menjalankan peradilan, maka lembaga tersebut adalah organ dari kekuasaan kehakiman. Produk kekuasaan kehakiman berupa putusan ato vonis, sedangkan Komisi Yudisial ga mengeluarkan produk putusan. 18. …